LangkatTerkini.Com – Hingga kini publik belum mendapatkan kepastian hukum mengenai kelanjutan penegakan hukum terhadap Kapolres Belawan AKBP. Oloan Siahaan yang diduga melakukan penembakan terhadap dua orang anak di bawah umur hingga mengakibatkan satu korban meninggal dunia dan satu lainnya mengalami luka-luka.
“Peristiwa yang terjadi di daerah hukum Belawan ini merupakan tragedi serius dan merupakan pelanggaran hak asasi manusia. Serta berpotensi kuat sebagai bentuk extra Judicial Killing (Pembunuhan Diluar Hukum),” kata Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan, Irvan Saputra SH MH, Kamis (12/6/2025).
Informasi terakhir yang diperoleh dari pemberitaan media tertanggal 5 Mei 2025, menyebutkan bahwa AKBP. Oloan Siahaan telah dinonaktifkan dan dikenai tindakan penempatan khusus (patsus) di Mabes Polri.
“Namun, pasca di patsus hingga saat ini tidak ada perkembangan signifikan atau transparansi kelanjutan dari penegakan hukum terhadap Oloan Siahaan. Faktanya saat ini kasus tersebut senyap atau bahkan menghilang. Hal ini jelas menambah kecurigaan publik terhadap kemungkinan impunitas dalam tubuh institusi Polri,” kata Irvan.
LBH Medan sebagai lembaga yang konsern terhadap penegakan hukum dan HAM menilai jika penonaktifan dan Patsus (Penempatan Khusus) tidak dapat dianggap sebagai bentuk pertanggungjawaban hukum. Melainkan harus dilakukan penegakan etik dan hukum pidana.
“Apalagi mengingat dugaan tindak pidana tersebut menghilangkan nyawa seorang anak. Maka sudah barang tentu penegakan hukum atas tindak pidana ini harus di proses. Agar tidak terjadi lagi dikemudian hari dan tidak pula menjadi pembenaran,” sambungnya.
LBH Medan, kata Irvan, menilai Tindakan penembakan Kapolres Belawan telah melanggar hak hidup yang dijamin UU No. 39/1999 tentang HAM. Dimana Hak Hidup merupakan Hak asasi paling dasar/fundamental yang notabenenya tidak dapat dikurangi.
“Perlu diketahui 2 korban adalah anak, maka dugaan pelanggaran semakin berat sebagaimana berdasarkan UU Perlindungan Anak No. 35/2014, yang mengancam pidana hingga 15 tahun dan denda miliaran untuk kekerasan berujung kematian,” kata Irvan.
Secara etik, kata Irvan, tindakan ini bertentangan dengan Kode Etik Polri (Perkap No. 14/2011), yang melarang penyalahgunaan wewenang dan penggunaan kekuatan berlebihan. Dimana apabila terbukti anggota polri dapat dikenai sanksi pemecatan/ Pemberhentian Tidak Dengan Hormat.
“Dugaan Penembakan tersebut adalah penyalahgunaan kewenangan dan pengkhianatan nilai keadilan. Oleh karena itu negara harus segera menindak tegas dengan melakukan penegakan hukum yang objektif dan transparan demi keadilan terhadap korban dan publik. Serta mencegah terjadinya impunitas terhadap aparat penegak hukum,” kata Irvan.
Di lain sisi, Kontras Sumut juga melakukan investigasi dan menemukan hal sebagai berikut:
• Pertama, penggunaan senjata api Kapolres Pelabuhan Belawan diduga kuat menabrak prinsip penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian,
• Kedua, peluru polisi terbukti gagal menghentikan problem tawuran di Belawan yang muncul justru pelanggaran HAM.
• Ketiga, adanya dugaan upaya mengaburkan peristiwa penembakan dan menggiring isu secara sepihak.
Penggiringan narasi publik bukan sekedar beda pendapat tetapi adanya dugaan upaya membungkam keadilan dan menutupi pelanggaran HAM.
“Pasca LBH Medan menyuarakan kasus penembakan terhadap 2 anak dibawah umur yang diduga di lakukan oleh Kapolres Belawan dan mengapresiasi tindakan cepat Kapolda Sumut yang mengambil langkah tepat dan benar berupa penonaktifan terhadap Kapolres Belawan, ditemukan adanya dugaan penggiringan narasi publik yang seakan-akan tindakan tersebut dapat dibenarkan secara hukum,” kata Irvan.
Bahkan, kata Irvan, penggiringan narasi tersebut seakan-akan memberi kesan bahwa tindakan yang telah dilakukan oleh Kapolda Sumut adalah ‘keliru’, padahal justru sebaliknya.
“Tindakan Kapolres Belawan diduga bertentangan dengan aturan hukum yaitu melanggar Undang-Undang Dasar 1945, UU HAM, UU Perlindungan Anak, KUHP, Peraturan Kapolri (Perkap) No. 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian, Perkap 8 Tahun 2009 tentang Implementasi dan Standar HAM dalam Penyelenggaraan Tugas Polri,” jelasnya.
Tindakan tersebut, jelasnya, merupakan bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) sebagaimana diatur dalam Deklarasi Universal HAM (DUHAM) dan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR), yang telah diratifikasi oleh Indonesia.
Maka secara tegas, kata Irvan, LBH Medan meminta:
* Kapolda Sumut dan Divisi Propam Mabes Polri harus segera menyampaikan perkembangan pemeriksaan secara terbuka.
* Kapolres Belawan Oloan Siahaan harus segera dikenakan sanksi etik berat berupa Pemecatan Tidak Dengan Hormat (PTDH), mengingat pelanggaran menyangkut hilangnya nyawa anak di bawah umur.
* Proses pidana harus segera dilakukan melalui penegakan hukum terkait UU Perlindungan Anak jo KUHP.
* Lembaga independen seperti Komnas HAM, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), dan Ombudsman RI harus terlibat untuk menjamin proses ini berjalan objektif dan berkeadilan.
* Negara wajib menjamin hak atas kebenaran, keadilan, pemulihan, dan jaminan ketidakberulangan bagi keluarga korban.