LANGKATTERKINI.COM – Ketua YLBHI, Muhammad Isnur, mengkritik keberadaan Undang-undang Polri yang menurutnya dibuat tergesa-gesa dan patut dipertanyakan karena dibentuk melalui Baleg bukan Komisi III selaku rekan kerja Polri.
“Mengapa lewat Baleg? Mengapa dilewatkan prosedur standar Prakarsa Pemerintah? Dan melewati seluruh rangkaian standar RUU yang baik?” kata Isnur dalam acara Dengar Pendapat Publik RUU Perubahan UU Kepolisian Republik Indonesia pada Kamis, 11 Juli 2024, di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat.
Secara substansi, Isnur menyoroti 13 masalah dalam proses revisi Undang-undang Polri. Salah satunya adalah mengenai batas usia pensiun menjadi 60-62 tahun bagi anggota Polri dan 65 tahun bagi pejabat fungsional Polri yang tidak memiliki dasar dan urgensi yang jelas. Dinaikkannya usia pensiun dikhawatirkan berpengaruh pada proses regenerasi dalam internal Kepolisian.
“Usulan kebijakan ini tidak menyelesaikan masalah penumpukan jumlah perwira tinggi dan menengah dalam internal Polri. Untuk mengatasi masalah tersebut, perlu dilakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap proses rekrutmen dan kaderisasi dalam internal Kepolisian,” katanya.
Isnur memberikan rekomendasi agar presiden menarik Surpres terkait RUU Polri dan menghentikan pembahasan tentang RUU Polri khusus rancangan usul inisiatif Badan Legislasi DPR saat ini.
“Presiden dan DPR RI harus memprioritaskan perbaikan-perbaikan krusial dan fundamental yang selama ini menjadi permasalahan Polri sebagai bagian dari ikhtiar reformasi kepolisian, yakni persoalan luasnya kewenangan serta transparansi dan akuntabilitas pengawasan terhadap kewenangan kepolisian,” ungkapnya.
Selain catatan kepada RUU Polri, Kepala Divisi Hukum KontraS, Andi Muhammad Rezaldy, juga memberikan catatan kepada RUU TNI. Andi menemukan perubahan pasal yang bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi dan menjauhkan institusi TNI dari reformasi institusional.
Dia menyoroti perubahan pada Pasal 47 Ayat 2 yang membolehkan prajurit aktif menduduki jabatan sipil karena ada penambahan frasa “serta kementerian/lembaga lain yang membutuhkan tenaga dan keahlian prajurit”.
Andi juga mengkritik penambahan frasa pada Pasal 53 Ayat 2 yang memperpanjang usia pensiun prajurit hingga 65 tahun apabila menduduki jabatan fungsional.
“Selain itu, terdapat langkah yang terburu-buru dan cenderung memaksakan pembahasan serta pengesahan dari DPR RI tanpa melibatkan partisipasi publik yang bermakna,” kata Andi.
Menanggapi kritikan tersebut, Menkopolhukam Hadi Tjahjanto, menyampaikan bahwa pihaknya membutuhkan setiap saran dan kritik dari organisasi masyarakat sipil. Dia menyadari banyaknya pihak yang mengkritik kedua RUU tersebut.
“Saya menekankan, bahwa pemerintah tidak hanya sekadar melakukan pemenuhan terhadap persyaratan formil pembentukan UU saja. Namun juga yang paling penting adalah mendorong dan memastikan substansi materi muatan RUU TNI dan RUU Polri mampu menjawab kebutuhan masyarakat dengan mengoptimalkan fungsi TNI dan Polri,” kata Hadi Tjahjanto.(red/tirto)